Yusuf Muhammad : Pilpres 2019 Duet Khilafah-Teroris Vs Pancasila

Khilafah-Teroris Vs Pancasila




SURABAYA – “Apa jadinya jika Pancasila bubar dan diganti Khilafah?”. Pertanyaan itu yang selalu menghantui pikiranku. Untuk dibayangkan saja sudah tidak enak, apalagi kalau sampai benar terjadi. Mungkin nongkrongku di warung mak Eko sudah tidak nyaman lagi, meskipun hanya modal 3rebu bisa dapet gratis wifi sepuasnya.

Masih ingatkah dengan aksi kader PKS Mardani Alisera saat bersama jubir eks HTI dalam videonya yang mengatakan, “2019 ganti Presiden, ganti sistem?”

Jika ditarik benang merahnya maka bisa jadi pernyataan Prabowo ada benarnya bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan bubar, mengapa? karena negara Indonesia telah diganti dengan negara khilafah.

Bagi saya, terlepas dari siapapun yang akan menjadi Presiden di Republik ini maka apapun alasannya, Pancasila harus tetap tegak. Karena ini menyangkut soal kedaulatan bangsa dan negara, bukan skedar acara pilpres yang diadakan tiap 5 tahunan.

Menurut pengamatan saya, tahun 2019 nanti bukan hanya sebagai ajang pemilihan capres dan cawapres, namun diluar itu ada hal yang lebih penting yaitu, bagaimana cara kita mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang mempersatukan perbedaan, bukan menghancurkan perbedaan.


Jadi, bisa dikatakan tahun 2019 nanti adalah pertaruhan hidup mati antara Pancasila menghadapi ISIS dan HTI cs. Pancasila tujuannya jelas mempersatukan perbedaan, sedangkan HTI dan ISIS cs bertujuan ingin menghancurkan perbedaan.

Waspada bahaya doktrin sesat PKS dan HTI!

PKS dan HTI ini bagaikan “hantu,” mereka bergentayangan di berbagai lini untuk “menginjeksi virus” mereka pada mahasiswa dan pelajar di lembaga pendidikan kampus dan sekolahan. Jadi, jangan heran ketika kemaren melihat demo mahasiswa “cap kardus” di Riau yang patut diduga ditunggani oleh PKS dan HTI. Jangan heran juga kemaren waktu 17an ada pawai anak-anak TK bercadar sambil bawa ‘senjata.’

Lihat saja, demo mahasiswa di Riau sarat akan kepentingan politik, mungkin karena BEMnya sudah menerima kardus dari si pemilik jurus Bangau? Entahlah.. Dari sini bisa dilihat peran mahasiswa sebagai “agent of change” telah dibelokkan untuk kepentingan politik praktis yang murahan dan memalukan.

Mahasiswa harusnya bisa berdiri di tengah, bukan melambai ke kiri dan ke kanan layaknya makhluk aneh yang sering mangkal di perempatan jalan waktu tengah malam.

Mahasiswa sekarang dan dulu memang beda jauh.

Dulu mahasiswa dan aktivis 1998 turunkan Soeharto yang berkuasa 32 tahun, kini 2018 “mahasiswa cabe-cabean” menuntut tukang kayu mundur, padahal ia baru berkuasa 4 tahun dan undang-undang memberi jatah berkuasa 5-10 tahun.

Dulu mahasiswa dan aktivis 1998 menuntut Soeharto turun karena menjual hak atas kekayaan alam pada perusahaan asing Freeport, Rio Tinto, Caltex, Inco, Newmont, Exxon dll. Kini 2018 mahasiswa dan aktivis lebay menuntut Jokowi turun, sementara Jokowi berhasil mengambil alih Freeport, Blok Mahakam dan Blok Rokan dari negara asing.

Woi…. Mahasiswa, Bercerminlah, ada siapa saja di belakang kalian. Jangan-jangan ada banyak “hantu” bergentayangan. (SFA)

( Fb Yusuf Muhammad )